ANALISIS BUTIR SOAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Penilaian Pembelajaran Kimia
Dosen Pengampu: Jamil Suprihatiningrum, M.Pd.
Kelompok 6 :
Oleh
1. Arum Pangesti (11670003)
2. Sugianti Khasanah (11670017)
3. Woro Sri Erdini (11670020)
4. Rian Bahar Rahmadi (11670023)
5. Ahmad Mukhlas (11670033)
6. Imamah (11670052)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI YOGYAKARTA
2013 / 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ranmat dan hidayahNya, sehingga kami bisa menuntaskan makalah yang bertemakan Analisis Butir Soal dengan tepat waktu.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi kiprah kelompok mata kuliah Penilaian Pembelajaran Kimia, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah khasanah kelimuan kita sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia. Makalah ini disusun atas tiga bagian, yaitu:
1. Pendahuluan;
2. pembahasan;
3. penutup.
Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.Tak ada gading yang tak retak.Tentunya dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun, penulis butuhkan demi kesempurnaan karya ke depan.
Sekian, dan terima kasih.
Yogyakarta, 3 Desember 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidak ada perjuangan guru yang lebih baik selain perjuangan untuk selalu meningkatkan mutu tes yang disusunnya. Namun, hal ini tidak dilaksanakan alasannya kecenderungan seseorang untuk beranggapan bahwa hasil karyanya yaitu yang terbaik atau setidak-tidaknya sudah cukup baik. Guru yang sudah berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh alasannya itu, cara yang paling baik yaitu secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa (Arikunto, 2010).
Menunurut Aiken (1994) dalam Suprananto (2012), acara analisis butir soal merupakan acara penting dalam penyusunan soal biar diperoleh butir soal yang bermutu.Tujuan acara ini yaitu mengkaji dan menelaah setiap butir soal biar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan, meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka telah memahami bahan yang telah diajarkan. Soal yang bermutu yaitu soal sanggup memperlihatkan informasi setepat-tepatnya perihal siswa mana yang telah menguasai meteri dan siswa yang belum menguasai materi.
Menurut Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal sanggup dilakukan secara kualitatif (berkenaan dengan isi dan bentuknya), dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis kualitatif meliputi pertimbangan validitas isi dan konstruksi, sedangkan analisis kuantitatif meliputi pengukuran validilitas dan reliabilitas butir soal, kesulitan butir soal, serta diskriminasi soal. Oleh alasannya itu, teknik terbaik yaitu memakai atau memadukan keduanya. Dalam makalah ini, akan dijelaskan secara rinci mengenai analisis butir soal secara lengkap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang problem di atas, sanggup dirumuskan sebagai beikut:
1. Apakah pengertian dari analisis butir soal?
2. Apa saja manfaat analisis butir soal?
3. Apa saja macam-macam analisis butir soal?
C. Tujuan Penulisan
Pembaca sanggup mengetahui:
1. Pengertian analisis butir soal;
2. manfaat analisis butir soal;
3. macam-macam analisis butir soal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisis Butir Soal
Aiken dalam Suprananto (2012) beropini bahwa acara analisis butir soal merupakan acara penting dalam penyusunan soal biar diperoleh butir soal yang bermutu. Tujuan acara ini adalah:
1. Mengkaji dan menelaah setiap butir soal biar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan,
2. meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif,
3. mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka telah memahami bahan yang telah diajarkan.
Soal yang bermutu yaitu soal yang sanggup memperlihatkan informasi setepat-tepatnya perihal siswa mana yang telah menguasai bahan dan siswa mana yang belum menguasai materi. Selanjutnya berdasarkan Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal sanggup dilakukan secara kualitatif (berkaitan dengan isi dan bentuknya) dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis kualitatif meliputi pertimbangan validitas isi dan konstruksi, sedangkan analisis kuantitatif meliputi pengukuran validitas dan reliabilitas butir soal, kesulitan butir soal serta diskriminasi soal. Kedua teknik ini masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan, oleh alasannya itu teknik terbaik yaitu memakai atau memadukan keduanya.
B. Manfaat Kegiatan Butir Soal
Berdasarkan pendapat yang diungkapkan oleh Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal mempunyai banyak manfaat, diantaranya yakni:
1. Membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan,
2. relevan bagi penyusunan tes informal menyerupai tes yang disiapkan guru untuk siswa dikelas,
3. mendukung penulisan butir soal yang efektif,
4. secara bahan sanggup memperbaiki tes di kelas,
5. meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
Linn dan Gronlund (1995) dalam Suprananto (2012: 163), menambahkan bahwa pelaksanaan acara analisis butir soal, biasanya didesain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah fungsi soal sudah tepat?
2. Apakah soal telah mempunyai tingkat kesukaran yang tepat?
3. Apakah soal bebas dari hal-hal yang tidak relevan?
4. Apakah pilihan jawabannya efektif?
Selain itu, data hasil analisis butir soal juga sangat bermanfaat sebagai dasar untuk:
1. Diskusi perihal efisien hasil tes,
2. kerja remedial,
3. peningkatan secara umum pembelajaran di kelas,
4. peningkatan keterampilan pada kontruksi tes.
Berdasarkan uraian di atas memperlihatkan bahwa analisis butir soal memperlihatkan manfaat:
1. Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik,
2. meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu, tingkat kesukaran, daya pembeda dan pengecoh soal,
3. merevisi soal yang tidak relevan degan bahan yang diajarkan, ditandai dengan banyaknya anak yang tidak sanggup menjawab butir soal tertentu.
C. Macam-macam Analisis Butir Soal
1. Teknik Analisis Secara Kualitatif
Ada beberapa teknik yang sanggup dipakai untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, yakni teknik moderator dan panel. Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang didalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama dengan beberapa ahli, menyerupai guru yang mengajarkan materi, hebat materi, penyusun atau pengembang kurikulum, hebat penilaian, hebat bahasa dan orang yang mempunyai latar belakang psikologi. Teknik ini sangat baik, alasannya didiskusikan dan ditelaah secara bersama-sama, namun teknik tersebut mempunyai kelemahan alasannya memerlukan waktu usang untuk mendiskusikan setiap satu butir soal.
Teknik berikutnya yaitu teknik panel. Teknik panel merupakan suatu teknik yang menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal. Kaidah itu diantaranya materi, kontruksi, bahasa atau budaya, kebenaran kunci tanggapan atau pedoman penskoran. Caranya beberapa penelaah diberikan butir-butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan dan pedoman penilaian atau penelaahan. Tahap awal, semua orang yang terlibat dalam acara penelaahan disamakan persepsinya, kemudian mereka bekerja sendiri-sendiri di kawasan berbeda. Para penelaah dipersilahkan memperbaiki pribadi pada teks soal dan memperlihatkan nilai pada setiap butir soal dengan kriteria soal baik, perlu diperbaiki atau diganti (Suprananto, 2012).
2. Teknik Analisis Secara Kuantitatif
Penelaahan soal secara kuantitatif yaitu penelaahan butir soal berdasarkan pada data empirik. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern. Analisis butir soal secara klasik yaitu proses penelaahan butir soal melalui informasi dari tanggapan penerima tes guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan memakai teori klasik. Kelebihan dari analisis ini yakni, murah, sederhana, familiar, sanggup dilaksanakan sehari-hari dengan cepat memakai komputer sanggup memakai data dari beberapa penerima tes atau sampel kecil. Hal tersebut telah dikemukakan oleh Millman dan Greene (1993) dalam Suprananto, (2012). Selanjutnya analisis butir soal secara modern yaitu penelaahan butir soal dengan memakai teori respon butir atau Item Response Theory (IRT). Teori ini merupakan suatu teori yang memakai fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu butir dengan kemampuan siswa.Teori ini muncul alasannya adanya beberapa keterbatasan pada analisis secara klasik, yaitu:
1. Tingkat kemampuan dalam teori klasik yaitu true score. Artinya jikalau suatu tes sulit maka tingkat kemampuan penerima tes akan rendah, sebaliknya jikalau suatu tes mudah, maka tingkat kemampuan penerima tes tinggi,
2. tingkat kesukaran butir soal didefinisikan sebagai proporsi penerima tes yang menjawab benar. Praktis atau sulitnya butir soal tergantung pada kemampuan penerima tes,
3. daya pembeda, reliabilitas dan validitas tes tergantung pada kondsi penerima didik.
Analisis kualitas butir soal sanggup dibagi menjadi 2, yaitu;
1. Tingkat Kesukaran Soal (Difficulty Index)
Menurut Arifin (2009) perhitungan tingkat kesukaran soal yaitu pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suau soal. Jika suatu soal mempunyai tingkat seimbang (proposional), maka sanggup dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.
1) Menghitung Tingkat Kesukaran Soal Bentuk Objektif
Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk obyektif sanggup dipakai dengan cara, yaitu: memakai rumus tingkat kesukaran (TK):
Keterangan:
WL = jumlah penerima didik yang menjawab salah dari kelompok bawah
WH = jumlah penerima didik yang menjawab salah dari kelompok atas
nL = jumlah kelompok bawah
nH = jumlah kelompok atas
Sebelum memakai rumus di atas, harus diitempuh terlebih dahulu langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menyusun lembar tanggapan penerima didik dari skor tertinggi hingga dengan skor terendah,
b) mengambil 27% lembar tanggapan dari atas yang selanjutnya disebut kelompok atas (higher group), dan 27% lembar tanggapan dari bawah yang selanjutnya disebut kelompok bawah (lower group). Sisa sebanyak 46% disisihkan,
c) membuat tabel untuk mengetahui tanggapan (benar atau salah) dari setiap penerima didik, baik untuk kelompok atas maupun kelopok bawah. Jika tanggapan penerima didik benar diberi tanda plus (+), sebaliknya jikalau tanggapan penerima didik salah maka diberi simbol minus (-).
Contoh:
18 penerima didik Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Cilacap kelas XII IPA akan mengikuti ujian tengah semester dalam mata pelajaran kimia. Berdasarkan hasil ujian tersebut kemudian disusun lembar tanggapan penerima didik dari yang menerima skor tertinggi hingga dengan skor terendah. Selanjutnya diambil 27% dari kelompok atas sebanyak 5 anak, begitu pula 27% dari kelompok bawah sebanyak 5 anak. Setelah diketahui jumlah sampel kelompok atas dan bawah, kemudian menciptakan tabel untuk mengetahui tanggapan (benar atau salah) dari setiap penerima didik dalam kelompok tersebut.
Tabel 1. Jawaban Benar-Salah Dari Kelompok Atas
No. Soal | Peserta Didik | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |
1 | + | + | + | + | - |
2 | + | - | + | + | + |
3 | - | + | + | + | + |
4 | + | + | + | - | + |
5 | + | - | - | - | - |
Tabel 2. Jawaban Benar-Salah Dari Kelompok Bawah
No. Soal | Peserta Didik | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |
1 | + | + | + | + | - |
2 | + | - | + | + | - |
3 | - | + | - | + | - |
4 | + | - | + | - | + |
5 | + | - | - | - | - |
Berdasarkan kedua tabel di atas sanggup dibentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Perhitungan WL+WH dan WL-WH
No. Soal | WL | WH | WL+WH | WL-WH |
1 | 1 | 1 | 2 | 0 |
2 | 2 | 1 | 3 | 1 |
3 | 3 | 1 | 4 | 2 |
4 | 2 | 1 | 3 | 1 |
5 | 4 | 4 | 8 | 0 |
Jadi, tingkat kesukaran tiap soal yaitu sebagai berikut:
1) untuk soal nomor 1,
2) untuk soal nomor 2,
3) untuk soal nomor 3,
4) untuk soal nomor 4,
5) untuk soal nomor 5,
Adapun kriteria penafsiran tingkat kesukaran soal adalah:
1) jika jumlah presentase 0%-7% = mudah
2) jika jumlah presetase 28%-72% = sedang
3) jika jumlah presentase 73%-100% = sukar
Berdasarkan kriteria di atas, maka hasil perhitungan tingkat kesukaran soal sanggup ditafsirkan menyerupai berikut:
Tabel 4. Penafsiran Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal
Nomor Soal | Presentase Tingkat Kesukaran Soal | Penafsiran |
1 | 20% | Mudah |
2 | 30% | Sedang |
3 | 40% | Sedang |
4 | 30% | Sedang |
5 | 80% | Sukar |
Tabel 5. Klasifikasi Soal Berdasarkan Proporsi Tingkat Kesukarannya
Tingkat Kesukaran Soal | Nomor Soal | Jumlah |
Mudah P 27% | 1 | 1 |
Sedang P 28%-72% | 2,3,4 | 3 |
Sukar P 73% | 5 | 1 |
Untuk memperoleh prestasi mencar ilmu yang baik, sebaiknya proporsi antara tingkat kesukaran soal tersebar secara normal. Perhitungan proporsi tersebut sanggup diatur sebagai berikut:
a) soal sukar 25%, soal sedang 50%, soal gampang 25%;
b) soal sukar 20%, soal sedang 60%, soal gampang 20%;
c) soal sukar 15%, soal sedang 70%, soal gampang 15%.
2) Menghitung Tingkat Kesukaran Untuk Soal Bentuk Uraian
Cara menghitung tingkat kesukaran untuk soal bentuk uraian yaitu menghitung berapa persen penerima didik yang gagal menjawab benar atau di bawah batas lulus (passing grade) untuk tiap-tiap soal. Untuk menafsirkan tingkat kesukaran soalnya sanggup dipakai kriteria sebagai berikut:
a) Jika jumlah penerima didik yang gagal mencapai 27%, termasuk mudah;
b) jika jumlah penerima didik yang gagal antara 28%-72%, termasuk sedang;
c) jika jumlah penerima didik yang gagal 73% ke atas, termasuk sukar.
Contoh:
33 orang penerima didik dites dengan lima soal bentuk uraian. Skor maksimum ditentukan 10 dan skor minimum 0. Jumlah penerima didik yang memperoleh 0-5 = 10 orang (berarti gagal), nilai 6 = 12 orang dan nilai 7-10 = 11 orang.
Jadi, tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran 30,3 % berada diantara 28%-72%, berarti soal tersebut termasuk sedang. catatan batas lulus ideal = 6 (skala 0-10) (Arifin, 2009: 273).
Contoh Analisis Soal
Misal 100 orang murid dites dengan tes pilihan ganda yang berjumlah 95 soal.Hasil tes memperlihatkan skor tertinggi 85 dan terendah 14.25 orang (25%) dari hasil tes tersebut kita ambil yang tergolong upper group, dan 25 orang yang tergolong lower group. Cara mengambil kelompok upper group dan lower group yaitu sebagai berikut: mula-mula kita susun lembaran hasil tes itu dari lembaran yang mempunyai skor tertinggi (85) berturut-turut hingga kepada lembaran yang mempunyai skor terendah (14). Selanjutnya, kita ambil 25 lembar dari atas, inilah kelompok upper group; dan 25 lembar dari bawah, yang disebut kelompok lower group. Misalkan dari kelompok lower group yang kita ambil terdapat skor dari 59 s.d 85, dan dari kelompok lower group terdapat skor 14 s.d 34. Kelompok sedang berjumlah 50 lembar (50%) kita biarkan.
Jawaban-jawaban dari kedua kelompok upper group dan lower group itulah yang kemudian kita tabulasikan dan kita analisis. Berikut beberapa contoh:
Soal no.1 alhasil sebagai berikut:
1. Penyebar agama Islam yang pertama di Jawa Barat yaitu ….
Jawaban | Upper | Lowwer |
a. Sultan Hasanuddin | 0 | 2 |
b. Fatahillah | 25 | 20 |
c. Untung Suropati | 0 | 2 |
d. Sunan Kalijaga | 0 | 1 |
Dikosongkan | 0 | 0 |
Interpretasi:
Soal ini gampang alasannya semua (25) orang dari kelompok upper group dan 20 orang dari lower group sanggup menjawab soal ini dengan benar. Soal ini termasuk baik alasannya sanggup membedakan arah yang diinginkan: ternyata jawaban-jawaban yang salah terdapat pada kelompok lower group. Dua atau tiga soal semacam ini baik dipakai sebagai permulaan suatu tes (Purwanto, 2010).
Contoh 2
Dalam Sudijono, (1996) diberikan pola sebagai berikut
Misalkan sebanyak 10 orang testee mengikuti tes hasil mencar ilmu tahap tamat dalam mata pelajaran Aqidah-Akhlaq yang dituangkan dalam bentuk soal tes obyektif dengan menyajikan 10 butir item (soal), dengan soal yang sanggup dijawab benar diberi bobot 1 dan untuk tanggapan salah diberi bobot 0. Setelah tes selesai, dilakukan koreksi dan diberikan skor yang menghasilkan pola penyebarab tanggapan sebagai berikut
Tabel Penyebaran Skor Jawaban 10 Testee Terhadap 10 Butir Item Dalam Tes Hasil Belajar Mata Pelajaran Aqidah-Akhlaq
Testee | Skor Pada Soal Nomor | |||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | |
A | 0 | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 |
B | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 1 |
C | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 |
D | 0 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 |
E | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 |
F | 0 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 |
G | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 1 |
H | 0 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 |
I | 1 | 0 | 0 | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 |
J | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 |
Jumlah tanggapan benar | 6 | 2 | 8 | 5 | 6 | 2 | 8 | 3 | 8 | 7 |
Tabel Perhitungan Indeks Kesukaran Item Hasil Jawaban 10 Testee Terhadap 10 Butir Item Dalam Tes Hasil Belajar Mata Pelajaran Aqidah-Akhlaq
No Soal | Indeks Kesukaran Item | Interpretasi |
1 | P = = = 0,60 | Sedang |
2 | P = = = 0,20 | Terlalu sukar |
3 | P = = = 0,80 | Terlalu mudah |
4 | P = = = 0,50 | Sedang |
5 | P = = = 0,60 | Sedang |
6 | P = = = 0,20 | Terlalu sukar |
7 | P = = = 0,80 | Terlalu mudah |
8 | P = = = 0,30 | Sedang |
9 | P = = = 0,80 | Terlalu mudah |
10 | P = = = 0,70 | Sedang |
Keterangan Rumus
P = Proporsi = Angka Indeks Kesukaran Item
B = banyaknya testee yang sanggup menjawab dengan benar
JS = jumlah testee yang mengikuti tes
Lebih lanjut menurut Sudijono, (1996) dari hasil analisis yang dilakukan terhadap 10 butir item tes hasil mencar ilmu tersebut sanggup diketahui terdapat 5 soal dalam kategori baik (sedang atau tidak terlalu sukar), 2 soal dalam kategori terlalu sukar, dan 3 soal dalam kategori terlalu mudah. Dengan hasil analisis tersebut, maka tindak lanjut yang sanggup dilakukan oleh tester yaitu
a. Untuk butir soal yang termasuk dalam kategori baik segera dicatat dan disimpan dalam bank soal dan sanggup dipakai kembali sewaktu-waktu untuk tes berikutnya.
b. Untuk butir soal yang dalam kategori terlalu sukar ada kemungkinan 3 hal yang bias dilakukan yakni butir soal tersebut dibuang (tidak akan dikeluarkan lagi ketika tes selanjutnya), diteliti ulang dan ditelusuri factor yang mengakibatkan soal tersebut sukar dikerjakan oleh testee dan sehabis dilakukan perbaikan sanggup dikeluarkan lagi pada tes selanjutnya, sanggup dipakai dalam tes-tes yang membutuhkan seleksi ketat.
c. Untuk butir soal yang dalam kategori terlalu gampang ada kemungkinan 3 hal yang bias dilakukan yakni butir soal tersebut dibuang (tidak akan dikeluarkan lagi ketika tes selanjutnya), diteliti ulang dan ditelusuri factor yang mengakibatkan soal tersebut sukar dikerjakan oleh testee dan sehabis dilakukan perbaikan sanggup dikeluarkan lagi pada tes selanjutnya, sanggup dipakai dalam tes-tes yang membutuhkan seleksi yang lebih longgar.
2. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda item berdasarkan Sudijono (1996), yaitu kemampuan suatu butir item tes hasil mencar ilmu untuk sanggup membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan testee yang berkemampuan rendah (kurang pandai), sedemikian rupa sehingga sebagian besar testee yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menjawab butir soal tersebut lebih banyak sanggup menjawab dengan benar, sementara testee yang berkemampuan rendah untuk menjawab butir soal tersebut sebagian besar tidak sanggup menjawab dengan benar. Tujuan mengetahui daya pembeda yaitu biar butir-butir soal tersebut bisa memperlihatkan hasil yang mencerminkan adanya perbedaan-perbedaan kemampuan yang ada pada kalangan testee, alasannya intinya kemampuan antara satu testee dengan testee yang lain yaitu berbeda-beda.
Lebih lanjut berdasarkan Sudijono (1996), daya pembeda sanggup diketahui melalui angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi (diberi lambing d besar = D) yaitu sebuah angka atau bilangan yang memperlihatkan besar kecilnya daya pembeda (discrimination power) yang dimiliki oleh sebutir item.
Seperti halnya indeks kesukaran item, maka indeks diskriminasi item besarnya berkisar antara 0 (nol) hingga dengan 1 (satu). Namun di antara keduanya terdapat perbedaan yang fundamental yaitu angka indeks kesukaran item mustahil mengenal tanda negatif (-) sedangkan pada daya pembeda sanggup bertanda negatif (-). Apabila sebutir item mempunyai tanda positif (+), maka butir item tersebut mempunyai daya pembeda yang berarti testee yang termasuk kategori berilmu lebih banyak sanggup menjawab dengan benar butir soal yang bersangkutan, sedangkan testee yang termasuk kategori terbelakang lebih banyak menjawab salah. Apabila sebutir item mempunyai angka indeks diskriminasi = 0,00 (nihil), maka hal ini memperlihatkan bahwa butir item yang bersangkutan tidak mempunyai daya pembeda sama sekali, yang berarti bahwa jumlah testee kelompok atas yang menjawab benar (atau salah) sama dengan jumlah testee kelompok atas yang menjawab dengan benar. Makara di antara kedua kelompok testee tersebut tidak ada perbedaannya sama sekali atau perbedaannya = 0. Apabila angka indeks diskriminasi item dan sebutir item bertanda negatif (-), maka butir item lebih banyak dijawab benar oleh testee kelompok bawah dari pada oleh kelompok atas, atau testee yang bekerjsama termasuk dalam kategori berilmu lebih banyak menjawab salah sedangkan testee yang bekerjsama dalam kategori kurang panda lebih banyak yang menjawab dengan benar.
Dengan demikian, berdasarkan Arikunto (2006) terdapat tiga titik pada daya pembeda yaitu
-1,00 0,00 -1,00
daya pembeda negatif tidak ada daya pembeda daya pembeda positif
Untuk mengetahui indeks manakah yang sanggup menyatakan bahwa sebutir soal sanggup dikatakan sebagai butir soal yang mempunyai daya pembeda yang baik, berdasarkan Sudijono (1996) sanggup dipakai patokan sebagai berikut
Indeks Diskriminasi Item (D) | Klasifikasi | Interpretasi |
< 0,20 | Poor | Butir soal mempunyai daya pembeda lemah (tidak mempunyai daya pembeda yang baik) |
0,20 – 0,40 | Satisfactory | Butir soal mempunyai daya pembeda cukup (sedang) |
0,40 – 0,70 | Good | Butir soal mempunyai daya pembeda yang baik |
0,70 – 1,00 | Excellent | Butir soal mempunyai daya pembeda sangat baik |
Bertanda negatif (-) | - | Buti soal tidak mempunyai daya pembeda |
Dalam Arikunto (2006) disebutkan bahwa seluruh pengikut tes (testee) dikelompikkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok berilmu atau kelompok atas (upper group) dan kelompok terbelakang atau kelompok bawah (lower group).
Cara menentukan daya pembeda (D) sanggup dilakukan dengan 2 cara yakni perlu dibedakan antara kelompok kecil (<100) dan kelompok besar (>100).
a. Untuk kelompok kecil
Seluruh kelompok testee dibagi 2 sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.
Contoh:
Siswa | Skor |
A | 9 |
B | 8 |
C | 7 |
D | 7 |
E | 6 |
| |
F | 5 |
G | 5 |
H | 4 |
I | 4 |
J | 3 |
| |||
|
Seluruh testee dideretkan mulai dari skor teratas hingga terbawah, kemudian dibagi menjadi dua.
b. Untuk kelompok besar
Mengingat biaya dan waktu menganalisis, maka untuk kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja yaitu 27% skor teratas (JA) dan 27% sebagai kelompok bawah (JB).
|
Contoh:
Siswa | Skor |
A | 9 |
B | 9 |
C | 8 |
D | 8 |
E | 8 |
- | |
- | |
- | |
- | |
X | 2 |
X | 1 |
X | 1 |
X | 1 |
X | 0 |
Rumus Mencari D (Descrimination Power)
D = = PAPB
Dimana
J = jumlah penerima tes
JA = Banyak penerima kelompok atas
JB = Banyak penerima kelompok bawah
BA = Banyak kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyak kelompok bawah yang menjawab benar
PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar (P = indeks kesukaran)
PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
(Arikunto, 2006).
Dalam Sudijono, (1996) diberikan pola sebagai berikut
Misalkan 10 orang testee mengikuti tes hasil mencar ilmu dalam bidang studi Bahasa Arab dalam bentuk multiple choice item., dengan soal yang sanggup dijawab benar diberi bobot 1 dan untuk tanggapan salah diberi bobot 0.
Langkah-langkah yang dikerjakan yaitu sebagai berikut
a. Mengelompokkan testee menjadi 2 kelompok yaitu kelompok atas (pandai) dan kelompok bawah kurang pandai
Testee | Skor Pada Soal Nomor | Total | |||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | ||
A | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 5 |
B | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 10 |
C | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 7 |
D | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 3 |
E | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 7 |
F | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 4 |
G | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 7 |
H | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 9 |
I | 0 | 1 | 0 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 1 | 0 | 4 |
J | 1 | 0 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 1 | 5 |
N = 10 | 5 | 9 | 2 | 8 | 6 | 8 | 5 | 6 | 6 | 6 | 61 |
Mengelompokkan dalam kelas atas dan bawah
Tabel kelompok Atas
Testee | Skor |
B | 10 |
H | 9 |
C | 7 |
G | 7 |
E | 7 |
JA = 5 | - |
Tabel kelompok Bawah
Testee | Skor |
A | 5 |
I | 5 |
J | 4 |
F | 4 |
D | 3 |
JB = 5 | - |
b. Menuliskan atau memberi kode-kode terhadap hasil pengelompokan testee
Testee | Skor Pada Soal Nomor | Total | Kelomp-ok | |||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | |||
A | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 5 | Bawah |
B | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 10 | Atas |
C | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 7 | Atas |
D | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 3 | Bawah |
E | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 7 | Atas |
F | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 4 | Bawah |
G | 0 | 1 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 7 | Atas |
H | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 9 | Atas |
I | 0 | 1 | 0 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 1 | 0 | 4 | Bawah |
J | 1 | 0 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 1 | 5 | Bawah |
N = 10 | 5 | 9 | 2 | 8 | 6 | 8 | 5 | 6 | 6 | 6 | 61 | |
c. Menghitung BA, BB, PA, PB, dan D untuk 10 butir soal
Nomor Soal | BA | BB | JA | JB | PA = | PB = | D = PA - PB |
1 | 3 | 2 | 5 | 5 | 0,60 | 0,40 | 0,20 |
2 | 5 | 4 | 5 | 5 | 1,00 | 0,80 | 0,20 |
3 | 2 | 0 | 5 | 5 | 0,40 | 0,00 | 0,40 |
4 | 4 | 4 | 5 | 5 | 0,80 | 0,80 | 0,00 |
5 | 3 | 3 | 5 | 5 | 0,60 | 0,60 | 0,00 |
6 | 5 | 3 | 5 | 5 | 1,00 | 0,60 | 0,40 |
7 | 4 | 1 | 5 | 5 | 0,80 | 0,20 | 0,60 |
8 | 5 | 1 | 5 | 5 | 1,00 | 0,20 | 0,80 |
9 | 5 | 1 | 5 | 5 | 1,00 | 0,20 | 0,80 |
10 | 4 | 2 | 5 | 5 | 0,80 | 0,40 | 0,40 |
d. Memberikan Penafsiran (Interpretasi) Mengenai Kulitas Daya Pembeda Item Yang Dimiliki Oleh 10 Soal
Nomor Butir Soal | Besar D | Klasifikasi | Interpretasi |
8 dan 9 | 0,80 | Excellent | Daya pembeda sangat baik |
7 | 0,60 | Good | Daya pembda baik |
3,6 dan 10 | 0,40 | Satisfactory | Daya pembeda cukup |
1 dan 2 | 0,20 | Poor | Daya pembeda lemah |
4 dan 5 | 0,00 | - | Tidak mempunyai daya pembeda |
Dari hasil analisis tersebut maka sanggup disimpulkan bahwa 60% (6 butir) dari 10 butir soal bahasa arab yang diajukan dalam tes tersebut sudah mempunyai daya pembeda yang baik, sedangkan 40% (4 butir) masih tergolong belum mempunyai daya pembeda menyerupai yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP
1. Kegiatan analisis butir soal merupakan acara penting dalam penyusunan soal biar diperoleh butir soal yang bermutu.
2. Manfaat acara analisis butir soal antara lain membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan,relevan bagi penyusunan tes informal menyerupai tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas,mendukung penulisan butir soal yang efektif,secara bahan sanggup memperbaiki tes di kelas,meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
3. Macam-macam analisis butir soal yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Arikunto, Suharsimi.2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:
Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gravindo
Persada.
Suprananto, Kusaen. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
0 Response to "Analisis Butir Soal"