“Saya mencintaimu”.
Apa arti kalimat tersebut? Seberapa seringkah anda nyatakan pada pasangan anda? Seberapa jauh anda yakin ketika mengucapkan kalimat tersebut? Seberapa jauh kadarnya berkurang sesudah sekian tahun ijab kabul yang diisi dengan kesibukan, keindahan badan yang dimakan usia, atau bawah umur yang menyita waktu? Masihkah anda mengucapkannya pada pasangan anda setiap hari, menyerupai waktu anda gres saja menikah dulu?
Jika kita diminta menggambarkan apa itu cinta, apa yang kita bayangkan? Perasaan berbunga-bunga ketika bertemu pasangan kita? Perasaan senang dan senang ketika pasangan kita mengucapkan kata-kata sayang pada kita? Perasaan bahwa kita tidak sanggup hidup bila tidak tolong-menolong dengan pasangan kita? Perasaan rindu ketika jauh dan terpisah cukup usang dari pasangan kita? Perasaan ingin memperlihatkan yang terbaik bagi pasangan kita untuk membuatnya bahagia? Perasaan bahwa tidak akan ada orang lain lagi yang akan kita cintai sebesar kita menyayangi pasangan kita? Perasaan bahwa kita bersedia hidup dengannya tidak peduli rintangan atau halangan apapun yang nantinya akan muncul?
Cinta yang kita bawa ke dalam ijab kabul bukanlah cinta simpanse yang menutup mata terhadap kekurangan dan kelemahan pasangan kita. Cinta yang kita berikan tidak dibangun di atas delusi bahwa semuanya akan baik-baik saja. Cinta bukanlah mendapatkan kondisi pasangan kita dengan impian bahwa kita akan sanggup mengubahnya di lalu hari. Cinta yang mendekatkan kita dan pasangan kita bukanlah cinta yang membutakan diri kita untuk melihat siapa sebetulnya pasangan kita dan bagaimana hidup yang akan kita jalani bersamanya. Jika demikian, itu bukan cinta namanya. Itu ialah impian anda mengenai pasangan anda dan mengenai kehidupan yang akan anda jalankan nantinya.
Cinta yang sebetulnya ialah melihat kekurangan pasangan kita dan menyampaikan bahwa kita tetap mengasihinya. Cinta yang sedungguhnya ialah bersedia menanggung akhir dari dosa yang dilakukan pasangan kita. Inilah yang Yesus lakukan bagi kita, mempelai wanitaNya. Cinta yang sebetulnya ialah membiarkan pasangan kita menang dalam kondisi apapun, sebab kemenangan diri bukan lagi sesuatu yang kita inginkan. Cinta yang sebetulnya bersukacita ketika pasangan kita hidup benar, bukan hanya ketika ia memperlihatkan apa yang kita inginkan. Cinta yang sebetulnya menangis ketika pasangan kita jatuh dalam dosa, bukan hanya ketika kita merasa disakiti olehnya. Cinta yang sebetulnya memeluk pasangan kita lebih erat ketika ia menusuk hati kita.
Dalam pernikahanlah kita mengerti bahwa kasih menutupi segala dosa “love covers multitude of sin”.Setiap kali anda mengucapkan “I love you” pada pasangan anda, maka anda menyampaikan kesediaan anda untuk mati baginya. Mati bukan hanya secara fisik untuk melindunginya, tetapi juga mati setiap hari untuk kepentingannya. Mati di dalam keinginan kita, supaya kita membuka jalan bagi tercapainya keinginan pasangan kita. Mati terhadap diri kita, supaya kita menjadi satu dengan pasangan kita. Mati terhadap identitas diri, sebab kini anda mempunyai identitas gres bersama dengan pasangan anda. Anda menjadi satu kesatuan dengannya di dalam Kristus, sumber kasih itu sendiri. Ketika kita berjalan bersama dengan Tuhan setiap hari bersama dengan pasangan anda, maka kasih itu, cinta itu, yang sudah usang anda idamkan, akan anda rasakan setiap hari, bahkan setiap detik dalam hidup anda. Selamat menyayangi pasangan anda!
0 Response to "True Love"