Menyuap yaitu suatu perbuatan yang tercela. Pengertiannya ialah menawarkan uang atau benda dan lain-lainnya kepada penguasa atau orang yang berpangkat biar memperlicin jalan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya. Makara orang yang menyuap dan yang disuap kedua-duanya terlibat dalam masalah mengambil sesuatu yang bukan haknya. Oleh sebab itu Allah melarang kaum mukminin memakan harta orang lain dengan melalui cara menyuap para penguasa.
Untuk itu Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an : “Dan janganlah sebagian kau memakan harta sebagian yang lain di antara kau dengan jalan yang batil dan (janganlah) kau membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kau sanggup memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kau mengetahui”. (QS. 2 : 188).
Jelasnya ayat tadi melarang kita menjilat atau menyuap para penguasa dengan tujuan menguasai harta orang lain. Setelah kita mengetahui bahwa cara ini yaitu jalan yang salah dan bathil, maka janganlah kita melaksanakan hal itu.
Kami berpandangan bahwa ayat tadi memang cocok sekali dengan kenyataan yang kita alam sekarang. Masyarakat kita mengalami aneka macam kasus-kasus yang terjadi di dalamnya kemudian dilaporkan kepada kehakiman. Tentu saja hal ini menawarkan kesempatan atau peluang bagi orang-orang yang berhati jahat untuk menguasai harta kekayaan orang lain dengan melalui suapan. Karena kehakiman hanya melihat dari segi lahiriyahnya saja, dan selalu berada dalam pihak yang mempunyai dalil-dalil dan bukti-bukti yang kongkret. Bagi mereka yang berhati jahat, sanggup saja memakai orang-orang yang mau disuap, untuk dijadikan sebagai saksi atau pendukung yang bangun di pihaknya.
Dalam ayat tadi, yang disebut-sebut hanyalah para penguasa dan tidak menyebut pihak-pihak lainnya. Hal ini tentu saja sebab pada dasarnya, hal itu dilakukan kepada mereka di samping ancaman yang ditimbulkannya sangat fatal.
Rasulullah SAW sering sekali mengecam perbuatan menyuap ini. Ada suatu riwayat yang diceritakan oleh sobat ‘Abdullah ibnu ‘Umar dari Nabi SAW, ia menyampaikan :
لعن رسول الله الراشى والمرتشى (رواه ابو داود والترمذى
“Semoga Allah melaknat orang yang melaksanakan penyuapan dan orang yang disuap”( Hadits riwayat Abu Dawud dan Turmudzi).
Di dalam riwayat lain yang diceritakan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, ia bersabda :
لعن رسول الله الراشى والمرتشى فى الحكم (رواه الترمذى وابن ماجه
“Semoga Allah menurunkan laknatnya kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam suatu perkara.( Hadits riwayat Turmudzi dan Ibnu Majah)”
Penyuap ialah orang yang menawarkan suapan dan yang disuapi yaitu orang yang mendapatkan suapan tersebut. Biasnya kedua-duanya terkena laknat Allah apabila mereka bertujuan untuk menyakiti orang lain atau merampas harta atau suatu yang bukan haknya. Jika yang dimaksud dengan suapan ini ialah untuk memperoleh hak miliknya sendiri, atau untuk mempertahankan dirinya dari kesemena-menaan tindakan orang lain, maka masalah semacam ini merupakan perkecualian, dan tidak akan menerima laknat dari Allah.
Dan ada suatu riwayat lain yang isinya mengutuk orang yang terlibat dalam masalah penyuapan, atau lebih jelasnya orang yang menjadi penghubung antara penyuap dan yang disuapi.
Islam melarang suapan walaupun dalam bentuk lain, terutama sekali dalam bentuk hadiah-hadiah. Untuk menanggulangi hal menyerupai ini Rasulullah SAW bersabda :
من استعملناه على عمل فرزقناه رزقا (اى منحناه راتبا) فما اخذه بعد ذلك فهو غلول. (رواه ابو داود
“Barangsiapa yang kutugaskan melaksanakan pekerjaan, dan menerima imbalan dari hasil kerjanya itu, apa yang ia ambil setelah itu namanya ghulul (korupsi) (Hadits riwayat Abu Dawud)”
Dan ada suatu riwayat lain yang mengambarkan masalah penyuapan ini. Berikut ini riwayat hadits secara lengkapnya :
واشتعمل النبي رجلا من قبيلة الأزد يقال له ابن اللتيبة على الصدقة فلما قدم قال : هذا لكم وهذا اهدي لي, فقال النبي, فهلا جلس في بيت ابيه أو بيت أمه فينظر يهدى له أم لا, والذي نفسي بيده لا يأخذ احد منه شيئا الا جاء به يوم القيامة يحمله على رقبته رواه البخارى)
“Rasulullah telah menugaskan seseorang dari kabilah Azd berjulukan Ibnu Lutaibah untuk memungut hasil zakat dari kaum muslimin. Ketika tugasnya telah selesai, ia tiba sambil berkata: “Ini hasil pungutan zakat untuk kalian, dan yang ini saya terima sebagai hadiah dari mereka”. Mendengar hal itu Rasulullah SAW bersabda : “Bagaimana bila ia tetap duduk di rumah ayahnya atau rumah ibunya sambil menunggu apakah ia akan diberi hadiah atau tidak? Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasan-Nya, tak ada seorang pun yang mengambil hadiah semacam ini, kecuali besok di hari final zaman akan dibebankan pada lehernya”( Hadits riwayat Bukhari).
0 Response to "Korupsi Dalam Pandangan Agama Islam"