Oleh:
Rizqa Nurul Hidayanti (11670009)
Hendra Budi Gunawan (11670018)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh United nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2007 wacana Indeks Pengembangan Manusia yang salah satu penentu utamanya yaitu tingkat pendidikan bangsa, menandakan bahwa Indonesia berada diperingkat 107 dari 177 negara. Hal tersebut menggambarkan bagaimana perkembangan mutu pendidikan di Indonesia. Kurangnya mutu pendidikan di Indonesia disebabkan oleh banyak sekali faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu kualitas pendidik atau kualitas guru. Guru sebagai seorang pendidik sangat besar lengan berkuasa pada mutu pendidikan lantaran kiprah seorang guru yaitu mengajarkan banyak sekali pengetahuan kepada siswanya dan harus bisa membuatkan segala potensi dan kepribadian siswanya. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidik, pemerintah mengadakan program sertifikasi. Dengan adanya sertifikasi bagi guru, diharapkan bisa meningkatkan kinerja guru yang lebih baik sehingga peningkatan mutu pendidikan akan berjalan ke arah yang lebih baik pula. Akan tetapi dalam prakteknya, apakah dengan adanya sertifikasi akan lebih menciptakan kinerja guru akan semakin baik ataukah tidak ada peningkatan kinerja guru menyerupai sebelum adanya sertifikasi. Permasalahan itulah yang mendasari wawancara untuk mengetahui perbedaan kinerja guru yang sudah bersertifikasi dan belum bersertifikasi.
B. Tujuan
Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan guru yang sudah melaksanakan sertifikasi dengan guru yang belum melaksanakan sertifikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SERTIFIKASI GURU
Secara formal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 wacana Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru yaitu tenaga profesional. Sebagai tenaga profesional, guru disyaratkan mempunyai kualifikasi akademik S-1 (strata satu) atau D-4 (diploma empat) dalam bidang yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan menguasai kompetensi sebagai distributor pembelajaran. Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik S1/D4 dibuktikan dengan ijazah yang diperolehnya di lembaga pendidikan tinggi dan persyaratan relevansi dibuktikan dengan kesesuaian antara bidang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang diampu di sekolah. Sementara itu, persyaratan penguasaan kompetensi sebagai distributor pembelajaran (yang mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial) dibuktikan dengan akta pendidik (Muslich, 2007).
Tujuan sertifikasi guru dalam bidang profesi kependidikan berdasarkan Muslich (2007), antara lain:
a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai distributor pembelajaran dan mewujudkan tujuan nasional pendidikan.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
c. Meningkatkan martabat guru sebagai pendidik.
d. Meningkatkan profesionalime guru.
e. Meningkatkan kesejahteraan guru.
f. Meningkatkan mutu seorang guru.
g. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
h. Melindungi masyarakat dari peraktek-peraktek yang tidak kompeten sehingga merusak gambaran pendidik dan tenaga kependidikan.
i. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan dengan menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melaksanakan seleksi terhadap pelamar yang kompeten
B. HASIL WAWANCARA
Wawancara ini dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Mei 2014 bertempat di Madrasah Aliyyah Negeri Lab UIN (MAN Lab UIN) yang berda di jalan . Subyek wawancara yaitu dua orang guru, yaitu seorang guru yang sudah melaksanakan sertifikasi dan seorang guru yang belum melaksanakan sertifikasi.
1. Guru Bersertifikasi
Pada guru bersertifikasi ini, kami berhasil mewawancarai seorang guru, dia berjulukan Dra. Ninik Indriyanti. Beliau yaitu seorang guru kimia yang sudah mengajar sekitar 21 tahun. Di MAN Lab UIN ini, dia mengampu mata pelajaran kimia kelas 12 dan sudah mengajar sekitar 6 tahun di sekolah tersebut. Selain itu, dia juga menjabat sebagai wakil ketua kurikulum.
Dra. Ninik Indriyanti sudah melaksanakan sertifikasi melaului jalur PLPG. Menurut beliau, mengikuti PLPG ataupun tidak, tergantung dari nilai portofolio masing-masing guru. Apabila tidak lulus tes portofolio, maka wajib mengikuti PLPG. Berbicara mengenai sertifikasi, dia beropini bahwa sertifikasi dilaksanakan untuk pengembangan diri setiap guru, menyerupai melanjutkan studi, mengikuti diklat, membeli kebutuhan proses pembelajaran (seperti laptop), dan sebaginya. Adapun cara dia untuk meningkatkan profesionalitas kerjanya yaitu dengan cara mengikuti training dan MGMP secara rutin. Alur sertifikasi yang dia lalui (Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2012, Buku 1, 2011): yaitu
a. Guru berkualifikasi akademik S-2/S-3 dan sekurang-kurangnya golongan IV/b atau guru yang mempunyai golongan serendah-rendahnya IV/c, mengumpulkan dokumen untuk diverifikasi asesor Rayon LPTK sebagai persyaratan untuk mendapatkan akta pendidik secara langsung. Penyusunan dokumen mengacu pada Pedoman Penyusunan Portofolio. LPTK penyelenggara sertifikasi guru melaksanakan verifikasi dokumen. Apabila hasil verifikasi dokumen penerima dinyatakan memenuhi persyaratan (MP), maka yang bersangkutan memperoleh akta pendidik. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi persyaratan (TMP), maka guru wajib mengikuti uji kompetensi awal. Guru yang lulus menjadi penerima sertifikasi contoh PLPG dan yang tidak lulus mengikuti pembinaan dari dinas pendidikan kabupaten/kota atau membuatkan diri secara berdikari untuk mempersiapkan diri untuk menjadi penerima sertifikasi tahun berikutnya.
b. Guru berkualifikasi S-1/D-IV atau belum S-1/D-IV tetapi sudah berusia 50 tahun dan mempunyai masa kerja 20 tahun, atau sudah mencapai golongan IV/a; sanggup menentukan contoh PF 3atau PLPGsesuai dengan kesiapannya melalui mekanisme pada SIM NUPTK.
c. Bagi guru yang menentukan contoh PF, mengikuti mekanisme sebagai berikut.
1) Menyusun portofolio dengan mengacu Pedoman Penyusunan Portofolio.
2) Portofolio yang telah disusun diserahkan kepada LPMP setempat melalui dinas pendidikan kabupaten/kota untuk dikirim ke LPTK sesuai aktivitas studi.
3) Apabila hasil evaluasi portofolio penerima sertifikasi guru sanggup mencapai batas minimal kelulusan (passing grade), dilakukan verifikasi terhadap portofolio yang disusun. Sebaliknya, bila hasil evaluasi portofolio penerima sertifikasi guru tidak mencapai passing grade, guru wajib mengikuti uji kompetensi awal. Apabila lulus, guru tersebut menjadi penerima sertifikasi contoh PLPG dan apabila tidak lulus mengikuti pembinaan dari dinas pendidikan kabupaten/kota atau membuatkan diri secara berdikari untuk mempersiapkan diri untuk menjadi penerima sertifikasi tahun berikutnya.
4) Apabila skor hasil evaluasi portofolio mencapai passing grade, namun secara manajemen masih ada kekurangan maka penerima harus melengkapi kekurangan tersebut (melengkapi manajemen atau MA4) untuk selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap portofolio yang disusun.
5) Apabila hasil verifikasi dinyatakan lulus, guru yang bersangkutan memperoleh akta pendidik. Sebaliknya, apabila verifikasi portofolio tidak lulus, maka guru wajib mengikuti uji kompetensi awal. Apabila lulus, guru tersebut menjadi penerima sertifikasi contoh PLPG dan apabila tidak lulus mengikuti pembinaan dari dinas pendidikan kabupaten/kota atau membuatkan diri secara berdikari untuk mempersiapkan diri untuk menjadi penerima sertifikasi tahun berikutnya.
d. Peserta yang menentukan contoh PLPG wajib mengikuti uji kompetensi awal. Pelaksanaan PLPG ditentukan oleh Rayon LPTK sesuai ketentuan yang tertuang dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (Buku 4).
e. PLPG diakhiri dengan uji kompetensi. Peserta yang lulus uji kompetensi berhak menerima akta pendidik dan penerima yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti satu kali ujian ulang. Apabila penerima tersebut lulus dalam ujian ulang, berhak menerima akta pendidik dan apabila tidak lulus mengikuti pembinaan dari dinas pendidikan kabupaten/kota atau membuatkan diri secara berdikari untuk mempersiapkan diri untuk menjadi penerima sertifikasi tahun berikutnya.
Beliau juga pernah mengikuti training sebanyak dua kali, salah satunya yaitu training di Semarang yang diikuti oleh guru mata pelajaran kimia se-DIY dan Jawa Tengah, yang dilaksanakan sekitar 10 hari. Dalam training tersebut, dia dibekali ilmu wacana metode pembelajaran, pembuatan RPP dan pembuatan media. Selain itu juga dilakukan sharing (bertukar pikiran) mengenai permasalahan yang sering dihadapi pada proses pembelajaran dan penyamaan materi pembelajaran.
Terkait dengan pembuatan RPP, dia mempersiapkannya untuk satu semester sekaligus, yang dibentuk di awal semester. Namun, dalam pelaksanaannya proses pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang tertera di dalam RPP. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, menyerupai media pembelajaran yang kurang memadai, materi yang dianggap penerima didik sulit untuk dipahami sehingga diharapkan waktu yang cukup lama, dan sebagainya.
Cara guru dalam mengelola kelas yaitu dengan memvariasikan metode mengajar, menyerupai diskusi. Hal tersebut dilakukan lantaran setiap penerima didik mempunyai tipe berguru yang berbeda-beda, sehingga diharapkan metode yang berbeda juga dalam penyampaian materi pembelajaran. Apabila ada penerima didik yang menciptakan gaduh ataupun tidur, maka dia tegur semoga penerima didik tersebut memperhatikan klarifikasi guru. Selain itu, kiprah media dalam proses pembelajaran sangat penting. Media pembelajaran yang sering dipakai beliau yaitu powerpoint, plastisin untuk materi geometri molekul, dan balon untuk materi sub kulit atom.
Pelaksanaan ulangan harian dilakukan setelah materi setiap penggalan selesai diajarkan. Apabila nilai penerima didik belum memenuhi KKM, maka diadakan perbaikan, sedangkan penerima didik yang nilainya sudah memenuhi KKM diberikan pengayaan berupa soal-soal yang dikerjakan secara berdikari ataupun kiprah untuk mencari materi yang sesuai dengan yang diajarkan melalui internet. Selain itu, untuk meningkatkan prestasi maupun hasil berguru penerima didik, dia selalu memperlihatkan motivasi. Pemberian motivasi ini dilakukan setiap proses pembelajaran dengan cara lisan, dan selalu berkata dan berpikiran positif wacana peserta didiknya. Setiap permasalahan yang dihadapi terkait pembelajaran, beliau sering membicarakannya dengan teman sejawat (dengan guru lain).
Menurut beliau, kepala sekolah sangat mendukung pengembangan profesionalisme setiap guru yang berada di sekolah tersebut. Dukungan tersebut sanggup berupa pemberian izin untuk melanjutkan studi S2 maupun mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada.
Organisasi keguruan yang diikuti dia adalah MGMP dan PGRI. Beliau sangat aktif dalam mengikuti kegiatan MGMP yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Dalam MGMP ini dilaksanakan sharing materi, bedah SKL maupun implementasi dari kurikulum 2013 yang terkait dengan mata pelajaran kimia. sedangkan di organisasi PGRI, dia hanya terdaftar sebagai anggota, namun tidak mengikuti kegiatannya. Hal ini didisebabkan oleh kurang jelasnya kegiatan yang terdapat di PGRI.
MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi gurumata pelajaran yang berada di suatu sanggar/kabupaten/kota yang berfungsisebagai sarana untuk saling berkomunikasi, berguru dan bertukar pikiran danpengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas. MGMP merupakan lembaga atauwadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah kebupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah (Lisdiana, 2013).
2. Guru Belum Bersertifikasi
Pada guru yang belum bersertifikasi ini, kami berhasil mewawancarai seorang guru, dia berjulukan Satoto Bronto Leksono. Beliau yaitu seorang guru ekonomi akuntansi yang sudah mengajar sekitar 4 tahun. Beliau belum bersertifikasi dikarenakan belum memenuhi syarat sertifikasi, yaitu pengalaman mengajar selama 5 tahun, dia sendiri gres mengajar selama 4 tahun dan gres 3 tahun menjadi seorang PNS. Walaupun belum mendapatkan sertifikasi, beliau pernah mengikuti training di Malang mengenai mata pelajaran ekonomi.
Beliau menciptakan RPP selama setahun yang dilakukan di awal semester dengan menyesuaikan kalender akademik. Adapun dalam pelaksanaannya, pelaksanaan proses pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang tertera di RPP. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yang mengharuskan dia untuk menyesuaikan dengan kondisi di lapangan, sehingga dalam hal ini dia beropini bahwa pembuatan RPP hanya dipakai sebagai formalitas saja.
Terkait dengan metode pembelajaran, beliau lebih fokus pada metode ceramah dan tanya jawab, hal ini dikarenakan untuk mengejar materi ataupun mencapai sasaran materi. Sedangkan media pembelajaran yang sering beliau gunakan yaitu powerpoint. Pelaksanaan ulangan harian diubahsuaikan dengan bobot materi setiap bab. Apabila materi yang diajarkan dianggap sulit oleh penerima didik, maka ulangan harian dilaksanakan sesudah penggalan tersebut selesai diajarkan. Sedangkan apabila materi tersebut dianggap gampang oleh penerima didik, maka ulangan harian digabungkan dengan bab yang lain yang mempunyai bobot sama. Apabila terdapat penerima didik yang belum mencapai KKM, maka tidak dilaksanakan perbaikan. Beliau beranggapan bahwa hal tersebut tidak dilaksanakan lantaran kegiatan perbaikan akan memakan waktu, sehingga waktu tersebut dipakai untuk mengejar atau mencapai sasaran materi yang harus diajarkan. Jika dilakukan perbaikan di luar jam pelajaran, hal tersebut tidak memungkinkan.
Beliau sering memperlihatkan motivasi secara verbal kepada penerima didiknya untuk senantiasa berguru dengan tekun. Tujuan motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan dalam Engkoswara (2011: 211) yaitu sebagai berikut:
a. Meningkatkan adab dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan produktivitas kerja
c. Meningkatkan kedisiplinan.
d. Menciptakan suasana dan hubungan yang baik.
e. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Mengingat betapa pentingnya motivasi yang diberikan pendidik kepada penerima didiknya sehingga dia lebih menekankan motivasi secara personal dan berusaha bersahabat dengan penerima didiknya. Memahami dan bersahabat dengan penerima didik perlu dilakukan untuk memahami aksara dan membantu proses pembelajaran.
Kepala sekolah mendukung pengembangan profesionalisme dengan memperlihatkan izin pelatihan. Hal ini menciptakan pendidik nantinya tidak merasa terkekang haknya untuk meningkatkan kompetensinya. Dukungan kepala sekolah hendaknya juga berupa proteksi dan bimbingan apabila pendidik mempunyai masalah, fungsi kepala sekolah sebagai manajer dan supervisor kurang berjalan baik. Sehingga, dikala dia mempunyai duduk kasus terkait pembelajaran lebih sering dikomunikasikan dengan teman sejawat daripada ke kepala sekolah.
Menurut dia sertifikasi yaitu uang untuk guru profesional, dikala guru telah profesional maka diberikan balas jasa berbentuk uang dan guru tersebut harus meningkatkan kompetensi profesionalnya. Pemahaman ini tidak salah lantaran uang sertifikasi ini memang diberikan pada guru yang mempunyai akta dan telah melaksanakan pekerjaannya secara profesional. Walaupun kenyataannya di lapangan tidak menyerupai yang diharapkan.
C. PERBEDAAN GURU BERSERTIFIKASI DAN BELUM BERSERTIFIKASI
1. Pengalaman kerja guru bersertifikasi lebih usang dari yang belum bersertifikasi
2. Guru bersertifikasi penyusunan perangkat pembelajarannya lebih baik dan lebih siap daripada guru yang belum bersertifikasi yaitu dalam hal penyusunan rpp, media maupun variasi metode mengajar. Karena keduanya dari bidang studi yang berbeda yaitu IPA dan IPS tentu saja ini mempengaruhi penyiapan RPP. Guru IPA bisa memvariasikan metode maupun media lantaran materinya banyak yang bisa divariasikan metode dan medinya. Guru IPS kurang sanggup memvariasikan metode dan media lantaran materinya kebanyakan hafalan dan lebih cocok apabila ceramah.
3. Guru bersertifikasi mempunyai rencana untuk meningkatkan kompetensinya dari uang sertifikasi yang didapat, bahkan ada perjuangan untuk meningkatkan kompetensinya. Sedangkan guru bersertifikasi belum ada rencana meningkatkan kompetensi lantaran lebih fokus mengajar dan menunggu ujian sertifikasi.
4. Pemahaman wacana sertifikasi mempunyai perbedaan.
5. Guru belum bersertifikasi bisa bersahabat dan memotivasi penerima didiknya.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pengalaman kerja guru bersertifikasi lebih usang dari yang belum bersertifikasi
2. Guru bersertifikasi penyusunan perangkat pembelajarannya lebih baik dan lebih siap daripada guru yang belum bersertifikasi yaitu dalam hal penyusunan rpp, media maupun variasi metode mengajar.
3. Guru bersertifikasi mempunyai rencana untuk meningkatkan kompetensinya dari uang sertifikasi yang didapat, bahkan ada perjuangan untuk meningkatkan kompetensinya. Sedangkan guru bersertifikasi belum ada rencana meningkatkan kompetensi lantaran lebih fokus mengajar dan menunggu ujian sertifikasi.
4. Pemahaman wacana sertifikasi mempunyai perbedaan.
5. Guru belum bersertifikasi bisa bersahabat dan memotivasi penerima didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Engkoswara dan Komariah, Aan. 2012. Administrasi pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Lisdiana, Hayyun. 2013. Implementasi Sikap Profesional Guru Terhadap Organisasi Profesi di Sekolah .(dalam http://www.academia.edu/4480767/).
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2012 Buku 1. 2011. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
0 Response to "Sertifikasi Guru"